![]() |
Wamenkum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej. |
JAKARTA, Kilas24News.Com – Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHAP) yang kini sedang dibentuk oleh Legislatif dan Eksekutif tidak akan mengatur soal penanganan korupsi karena kasus korupsi sudah punya Undang-Undangnya sendiri.
Demikian dikatakan Wakil Menteri Hukum (Wamenkum), Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej kepada wartawan, Jumat, 18 Juli 2025.
“Berdasarkan postulat lex specialis derogat legi generali, yang berlaku adalah hukum acara yang ada dalam Undang-Undang Tipikor,” ujarnya.
Dia menjelaskan, lex specialis derogat legi generali adalah asas hukum yang bermakna “aturan yang lebih khusus mengesampingkan aturan yang lebih umum”.
Menurutnya, UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) adalah aturan yang lebih khusus dan UU KUHAP adalah aturan yang lebih umum.
Korupsi, kata dia, merupakan tindak pidana luar biasa (extraordinary crime).
Eddy mengatakan, pemberlakuan hukum acara yang bersifat khusus tidak hanya untuk korupsi, tetapi juga tindak pidana khusus lainnya seperti terorisme dan narkotika.
“Situasi seperti ini sama persis ketika Tindak Pidana Korupsi dimasukkan dalam KUHP. Saat itu, ada kekhawatiran akan melemahkan pemberantasan korupsi. Faktanya, KUHP baru telah disahkan sejak 2 Januari 2023 dan KPK tetap bekerja secara optimal dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi,” tuturnya.
Eddy juga mengatakan, draf RUU KUHAP yang saat ini sedang dibahas telah mengandung pengecualian untuk penyidik di Kejaksaan, KPK, dan TNI.
“Ada sejumlah Pasal dalam RUU KUHAP seperti penyelidikan, pengawasan penyidikan, penghentian penyidikan, penangkapan, penahanan, dan beberapa upaya paksa dalam RUU KUHAP dikecualikan untuk penyidik di Kejaksaan, KPK, dan TNI," ujar Eddy.
“Hal ini secara eksplisit tertulis di beberapa pasal dalam RUU KUHAP. Artinya, yang berlaku bukanlah KUHAP,” pungkasnya. (*/red)