JAKARTA, Kilas24News.Com – Kejaksaan Agung (Kejagung) kini tengah mendalami motif Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Djuyamto (DJU) menitipkan tas miliknya kepada Satpam PN Jakarta Selatan, sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
Kejaksaan telah memeriksa Satpam tersebut. Djuyamto merupakan tersangka kasus suap putusan lepas (ontslag) dalam perkara korupsi fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).
Dalam putusan lepas itu, Djuyamto bertindak sebagai ketua majelis hakim saat perkara ini disidangkan di PN Jakarta Pusat (Jakpus).
“Akan tetapi, yang bersangkutan (Satpam) hanya dititipin. Jadi, yang bersangkutan juga tidak tahu apa menjadi motif dari penitipan itu,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, Senin, 21 April 2025.
Di dalam tas tersebut terdapat uang tunai Rp 40.000.000 dalam pecahan Rp 100.000, lalu uang tunai Rp 8.750.000 dalam pecahan Rp 50.000 dan 39 lembar uang pecahan 1.000 dolar Singapura.
Selain itu, di dalam tas tersebut terdapat pula dua unit ponsel dan sebuah cincin dengan permata berwarna hijau.
Adapun Satpam PN Jaksel telah menyerahkan tas tersebut kepada penyidik pada Rabu, 16 April 2025.
“Yang bersangkutan (Satpam) menyerahkan secara sukarela kepada penyidik dan oleh penyidik dibuat berita acara penyitaan itu,” ujarnya.
Saat ini, kata dia, penyidik tengah menyelidiki dua unit ponsel yang diamankan dari tas milik Djuyamto.
Informasi yang didapatkan dari ponsel tersebut akan dibaca dan diverifikasi. Terkait apakah di dalam ponsel tersebut terdapat informasi soal suap, dia belum bisa memastikannya.
“Belum tahu, karena itu akan masih terus dipelajari oleh tim penyelidik,” ujarnya.
Selain itu, Djuyamto juga akan diperiksa untuk dimintai keterangan terkait motif di balik penitipan tas ini.
“Misalnya, apa yang menjadi motif sehingga harus menyampaikan tas yang berisi sejumlah uang itu atau apakah memang supaya diantar ke penyidik atau ada motif lainnya misalnya,” ujarnya.
Diketahui, Kejagung telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi terkait dengan putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di PN Jakpus.
Para tersangka itu adalah WG (Wahyu Gunawan) selaku panitera muda perdata PN Jakarta Utara (Jakut), Advokat MS (Marcella Santoso), Advokat AR (Ariyanto), MAN (Muhammad Arif Nuryanta) yang menjadi Ketua PN Jaksel, DJU (Djuyamto) selaku Ketua Majelis Hakim, ASB (Agam Syarif Baharuddin) selaku Anggota Majelis Hakim, AM (Ali Muhtarom) selaku Anggota Majelis Hakim, dan MSY (Muhammad Syafei) selaku Head of Social Security Legal Wilmar Group.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus, Abdul Qohar mengatakan, Djuyamto selaku Hakim Ketua, menerima uang suap senilai Rp6 miliar dari tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus.
Adapun Arif Nuryanta menerima uang suap senilai Rp 60 miliar dari tersangka Muhammad Syafei (MSY) selaku tim legal Wilmar melalui perantara Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera muda perdata PN Jakut.
Selain Djuyamto, Hakim Anggota yakni Agam Syarif Baharudin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) juga menerima suap dari tersangka Arif. Ketiga hakim tersebut menerima suap dalam keadaan mengetahui bahwa uang tersebut untuk memuluskan dijatuhkannya putusan lepas terhadap tersangka korporasi yang meliputi PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. (*/red)