Kota Bekasi, kilas24news.com -- Proses balik nama sertifikat tanah yang seharusnya bisa selesai dalam 14 hari kerja justru molor hingga berbulan-bulan di BPN Kota Bekasi.
Adi Putra Amril, seorang warga yang mengurus balik nama dua bidang tanah keluarganya, merasa kecewa dan mencurigai adanya permainan di balik lambannya pelayanan tersebut.
Adi Putra Amril awalnya mempercayakan proses ini kepada Notaris/PPAT Muftia Ramadani di Kota Bekasi. Namun, alih-alih mendapatkan layanan profesional, ia justru harus turun tangan sendiri dalam mengurus dokumen ke kelurahan.
Notaris yang seharusnya bertanggung jawab malah membiarkan pemohon mengurus sendiri surat PM1—sebuah dokumen penting untuk mengklarifikasi perbedaan penulisan nama di KTP, sertifikat, dan surat kematian orang tua pemohon.
“Kalau memang notaris hanya sekadar perantara tanpa membantu mempermudah urusan kliennya, lalu untuk apa jasanya dibayar hingga puluhan juta rupiah?” ungkap Adi dengan nada geram, Sabtu 22 Maret 2025
Sementara setelah dokumen dianggap lengkap, Adi Putra Amril mencoba mempercepat prosesnya ke BPN Kota Bekasi. Namun, upaya itu berujung pada tembok birokrasi.
Ia berusaha menemui Kepala BPN Kota Bekasi, tapi ditolak mentah-mentah dengan alasan harus membuat janji terlebih dahulu. Bahkan, upaya bertemu dengan Humas BPN, Anisa, juga menemui jalan buntu.
Saat dicoba komunikasi lewat WhatsApp, Anisa malah menyuruh satpam yang mengurus. "Sejak kapan satpam menangani urusan administratif pertanahan?” ujar Adi penuh tanda tanya?
Puncak kejanggalan terjadi, lanjut Adi, ketika Humas BPN Kota Bekasi justru meminta Notaris Muftia Ramadani untuk menghadap. Namun, alih-alih mendapatkan solusi, Muftia justru mengaku dimarahi oleh pihak BPN.
“Bu Anisa malah marah-marah ke saya dan bilang saya bukan bagian dari pengurusan balik nama,” kata Adi menirukan penyampaian Muftia lewat percakapan WhatsApp.
Atas pernyataan itu, lanjut Adi, semakin menimbulkan pertanyaan besar, jika notaris tidak bisa mengurusnya, lalu siapa yang bertanggung jawab? Mengapa BPN Kota Bekasi begitu tertutup terhadap pemohon yang ingin memastikan haknya diproses dengan benar?
Menurut Adi, salah satu hal paling mencolok dalam kasus ini adalah perbedaan drastis antara pernyataan Menteri ATR/BPN dengan realitas di lapangan.
Menteri ATR/BPN sebelumnya menegaskan bahwa balik nama sertifikat cukup memakan waktu 14 hari kerja, tapi BPN Kota Bekasi bersikeras bahwa prosesnya minimal 3 sampai 4 bulan.
Saat Adi mengirimkan berita resmi dari Kompas.com yang menyatakan bahwa proses balik nama bisa selesai dalam lima hari, respons Muftia Ramadani justru mengejutkan.
“Itu semua teori. Balik nama 14 hari kerja itu mimpi. Kalau tidak sabar, urus sendiri saja!” kata Adi menirukan pernyataan Muftia dengan nada ketus.
Menurut Adi, kasus ini membuka mata publik tentang bagaimana proses pertanahan di Bekasi tidak sejalan dengan janji pemerintah.
Ketidakjelasan prosedur, jelas Adi, kesulitan mengakses pejabat, dan jawaban normatif dari notaris serta BPN menimbulkan dugaan kuat adanya permainan di balik layar.
Jika benar proses ini diperlambat untuk kepentingan tertentu, ujar Adi oenuh tanda tanya, siapa sebenarnya yang diuntungkan? Apakah ada oknum di dalam BPN Kota Bekasi yang bermain dengan waktu demi keuntungan pribadi?
Hingga kini, Adi Putra Amril masih menunggu kepastian hukum atas haknya. Namun, satu hal yang pasti: ada yang tidak beres dalam sistem pertanahan di Bekasi, dan publik berhak tahu.****